Senin, 09 Februari 2009

Candi gampingan


Gampingan
Candi Gampingan yang ditemukan pada tahun 1995 diduga merupakan bagian dari Situs Gampingan. Bagian kaki candi dihiasi relief beragam jenis hewan, salah satunya burung yang dipercaya mampu membawa pesan dari nirwana.

Kenalilah Peninggalan leluhur kita

Peninggalan leluhur kita wajib kita jaga kelestarianya Untuk mencegah kepunahan peninggalan leluhur kita.
Dan untuk mempertahankan nilai-nilai kebudayaan di indonesia nSupaya bisa diwarisi turun menurun, Dan sebagai arsip negara kita sendiri

Jandi jogjakarta


The gate of Ratu Boko Palace compound.Ratu Boko Built between 8th and 9th centuries. Mixed Buddhist and Hindu style. Partially restored palace auditorium. Ruins of the royal garden with a bathing pool inside.

South of Ratu Boko

  • Arca Gopolo. A group of seven statues in a circle, as if in assembly. Flower decoration on the clothes of the largest are still visible.
  • Candi Banyunibo. A small 9th century Buddhist complex. A main temple surrounded by six smaller ones forming a stupa. Originally part of a much larger Buddhist site. Recently restored.
  • Candi Barong. Two almost identical temples on terraces. Believed to be 9th century Hindu and part of a sacred complex, of which they were the crown.
  • Dawangsari. Perhaps the site of a destroyed Buddhist stupa, now reduced to an array of andesite stones.
  • Candi Ijo. A complex of three-tiered temples, but only one has been renovated. A main sanctuary and three secondary shrines with statues. Still under reconstruction.
  • Watugudig. A group of pole sittings in the shape of a Javanese gong. About 40 have been discovered, but others may remain buried. Locals believe this to be the resting place of King Boko.

South-west of Ratu Boko

  • Candi Abang. Actually a well that looks like a pyramid with very tall walls. In some aspects looks like Borobudur. Unique atmosphere.
  • Candi Gampingan. Ruins 1.5m underground of a temple and stairs. Reliefs of animals at the foot of the temple are believed to be a fable.
  • Sentono. At the base of Abang temple. Perhaps younger than other regional temples. Complex of caves with two mouths. Statue and bas-relief in left chamber.
  • Situs Payak. The best preserved bathing place in Central Java. 5m below ground. Thought to be Hindu.

[edit] West Java

  • Candi Cangkuang. one of the few surviving West Java's Hindu monument at Leles, Garut, West Java. Located on an island in the middle of a lake covered by water lilies. Shiva statue faces east toward the sunrise. Date uncertain.

[edit] East Java

[edit] Malang area

Malang, East Java

  • Candi Jago. Late 13th century. Terraces decorated with reliefs in the distinctive (Javanese shadow puppet) style with scenes from the Mahabharata epic and underworld demons.

Rabu, 21 Januari 2009

Candi sewu

Candi Sewu

Candi Sewu terletak hanya beberapa ratus meter ke arah timur laut dari Candi Prambanan. Candi ini merupakan candi Budha yang besar dan luas yang meliputi beberapa candi kecil, seperti: candi Lumbung, candi Asu, candi Bubrah, dan candi Lor Kulon.

Nama Nama candi di Jawa

- Candi Borobudur
- Candi Kalasan
- Candi singhasari
- Candi Sewu
- Candi Panataran
- Candi Asu
- Candi Boko
- Candi Simbisari
- Candi Tikus
- Candi Plaosan
- Candi barong
- Candi Jabung
- Candi Bajangratu
- Candi Rimbi





Wisata candi, Bukan hanya tumpukan batu

ndonesia pantas mendapat julukan ”Negeri Seribu Candi”. Banyak candi bertebaran di sini, dengan pusatnya di Pulau Jawa. Bukan cuma Candi Borobudur, Candi Prambanan dan beberapa candi besar lainnya, kita juga memiliki banyak candi yang berukuran lebih kecil dan memiliki ciri khas yang berbeda. Candi Muara Takus di Riau, Biaro Bahal di Sumatera Utara, atau Candi Agung di Kalimantan Timur, menunjukkan candi bukan milik Pulau Jawa saja. Dulu candi dibangun di seantero Nusantara oleh sebuah kerajaan untuk menunjukkan kekuasaannya.
Candi adalah sebuah istilah untuk menyebutkan sebuah bangunan yang berasal dari masa klasik sejarah Indonesia, yaitu dari kurun waktu abad ke-5 M hingga ke-16 M. Candi dapat berupa bangunan kuil yang berdiri sendiri atau berkelompok. Dapat pula berupa bangunan berbentuk gapura beratap (Paduraksa) dan tidak beratap (Candi Bentar). Petirtaan yang dilengkapi kolam dan arca pancuran juga kerap disebut candi. Istilah ”candi” umumnya hanya dikenal di Jawa Tengah dan Yogyakarta.

Di daerah-daerah lain seperti Sumatera Utara dikenal istilah ”biaro” dan di Jawa Timur istilah ”cungkub”. Namun, masyarakat lebih mengenal istilah candi, apa pun jenis bangunan kuno—termasuk reruntuhan—dan di mana pun letaknya. Kata ”candi” berasal dari salah satu nama untuk Dewi Durga, isteri Dewa Siwa, sebagai Dewi Maut, yaitu Candika.

Kerajaan Kuno
Candi merupakan peninggalan kerajaan-kerajaan kuno yang pernah ada di Indonesia, seperti Mataram Hindu, Singasari, Majapahit, dan Sriwijaya. Candi Borobudur dan Candi Prambanan (Loro Jonggrang) adalah bukti-bukti kejayaan Kerajaan Mataram dari abad ke-8 hingga ke-11. Candi Singasari, Kidal, dan Jago merupakan sisa-sisa kebesaran Kerajaan Singasari, dari abad ke-11 hingga ke-13. Candi Tikus, Bajangratu, Brahu, dan Wringin Lawang adalah peninggalan Kerajaan Majapahit, dari abad ke-13 hingga ke-15. Candi-candi di sekitar Muara Jambi diduga merupakan sisa-sisa Kerjaaan Sriwijaya dari abad ke-7 hingga ke-11.
Candi-candi di Indonesia umumnya bercirikan agama Budha (terutama aliran Mahayana dan Tantrayana) dan agama Hindu (terutama aliran Siwaisme). Candi bersifat Budha dikenal lewat arca Budha dan bentuk stupa, misalnya Borobudur dan Mendut. Sementara itu, Candi bersifat Hindu mempunyai arca-arca dewa-dewi di dalamnya, misalnya Prambanan dan Dieng. Uniknya, beberapa candi bersifat campuran Siwa-Budha, antara lain Singasari dan Jawi di Jawa Timur.
Menurut sejumlah arkeolog, berdasarkan langgam seninya candi-candi di Indonesia dapat
dikelompokkan menjadi tiga bagian. Pertama, langgam Jawa Tengah Utara. Contohnya Candi Gunungwukir, Badut, Dieng, dan Gedongsongo. Kedua, Langgam Jawa Tengah Selatan misalnya Candi Kalasan, Sari, Borobudur, Mendut, Sewu, Plaosan, dan Prambanan. Ketiga, langgam Jawa Timur, termasuk candi-candi di Bali, Sumatera dan Kalimantan. Contohnya Candi Kidal, Jago, Singasari, Jawi, Panataran, Jabung, Muara Takus dan Gunung Tua.
Ditilik dari corak dan bentuknya, pada dasarnya candi di Jawa Tengah Utara tidak bergeda dari candi-candi Jawa Tengah Selatan. Hanya candi-candi di Jawa Tengah Selatan lebih mewah dan lebih megah dalam bentuk dan hiasan dibandingkan candi-candi Jawa Tengah Utara. Perbedaan yang nyata terdapat pada candi-candi Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Umumnya candi langgam Jawa Tengah berbentuk tambun, atapnya berundak-undak, menghadap ke Timur, dan berbahan batu andesit. Sementara itu, candi langgam Jawa Timur berbentuk ramping, atapnya merupakan perpaduan tingkatan menghadap ke barat dan berbahan batu bata. Sejumlah arkeolog berpendapat lain. Mereka menamakan gaya seni candi berdasarkan aspek zaman dan periode, yaitu gaya Mataram Kuno (abad VIII-X), gaya Singasari (abad XII-XIV), dan gaya Majapahit (abad XIII-XV).

Pemugaran
Dari ratusan candi yang pernah ada di Indonesia, kini hanya seratus-dua ratus saja yang sampai pada kita. Selebihnya masih terpendam di dalam tanah karena berbagai faktor penyebab, seperti tertimbun lahar akibat letusan gunung berapi dan gempa bumi. Sementara itu, yang sudah muncul ke permukaan, sebagian ditemukan dalam keadaan berantakan atau tidak utuh lagi, bahkan lebih menyerupai onggokan batu.
Hal ini disebabkan pengrusakan besar-besaran yang dialami oleh tanah tempat candi itu berdiri.

Misalnya, gembur dan longsor karena hujan. Ulah manusia juga memperparah keadaan itu. Banyak batu candi (yang berbahan batu andesit) diambil masyarakat sekitar untuk berbagi keperluan, seperti tembok, sumur, pondasi rumah, pagar halaman dan pengganjal tiang. Tragisnya, batu-batu bata merah di kompleks percandian Trowulan, digerusi penduduk untuk dijadikan semen merah. Puluhan candi telah musnah tanpa sempat dibuatkan rekaman tertulisnya.
Sebenarnya, selain batu andesit dan batu merah, beberapa candi mempunyai keunikan. Candi Bendo, misalnya, diminati banyak pakar karena terbuat dari batu kapur yang sangat langka. Sayang candi itu kini cuma tinggal nama karena beberapa tahun lalu telah ditenggelamkan Waduk Wonogiri.
Terhadap candi yang amburadul seringkali dilakukan pemugaran. Pemugaran adalah upaya
mengembalikan kondisi candi sedapat mungkin ke dalam bentuk aslinya. Pemugaran pun sering menimbulkan pertentangan di antara pakar. Sebagian menganggap pemugaran yang sesungguhnya hanya menggunakan batu asli. Pemugaran yang lengkap pun hanya boleh dilakukan di atas kertas.
Sebagian lagi berpandangan, penggunaan batu palsu atau buatan masa kini baru dibenarkan bila memang batu asli telah musnah. Itupun batu-batunya harus benar-benar dicatat atau ditandai agar tidak timbul kesan manipulasi data. Pemugaran seperti ini biasanya untuk kepentingan pariwisata.
Dengan alasan para wisatawan tidak akan tertarik dengan puing-puing berserakan.

Wisata
Banyak candi yang telah dan berpotensi mengundang wisatawan. Contohnya saja Candi Songgoriti yang terletak beberapa kilometer dari Malang. Candi ini terkenal karena air panasnya yang mengandung belerang. Atau, banyak orang yang mendatangi Candi Sukuh di kaki Gunung Lawu adalah sasaran lain wisatawan. Candi ini terkenal karena mitosnya, yaitu menguji kesetiaan seorang isteri. Daya tarik lain adalah arca dan relief yang dianggap erotis.
Sayang sebagian besar candi yang bertebaran di seluruh Indonesia berbentuk kecil dan berlokasi di daerah terpencil atau puncak gunung. Akibatnya, pemugaran belum menjadi prioritas utama. Namanya pun belum dimasukkan ke dalam brosur-brosur pariwisata. Simak saja nama-nama berikut: Candi Ngempon, Ijo, Kepung, Ampelgading, Perot, Dawangsari, dan Pertapaan. Mana ada orang yang mengenal nama-nama ini kecuali kalangan arkeolog. Sebenarnya banyak candi menarik dijelajahi karena bentuknya yang unik atau konsepnya yang filosofis, macam candi-candi di Gunung Penanggunan (Jawa Timur). Di sana terdapat sekitar 100 candi dan untuk menjangkaunya dibutuhkan waktu paling cepat tujuh hari.

Selasa, 20 Januari 2009

Candi Bumi Ayu

Candi ini merupakan satu-satunya Kompleks Percandian di Sumatera Selatan, sampai sekarang tidak kurang 9 buah Candi yang telah ditemukan dan 4 diantaranya telah dipugar, yaitu Candi 1, Candi 2, Candi 3 dan Candi 8.
Usaha pelestarian ini telah dimulai pada tahun 1990 sampai sekarang, dengan didukung oleh dana APBN.
Walaupun demikian peran serta Pemerintah Kabupaten Muara Enim cukup besar, antara lain Pembangunan Jalan, Pembebasan Tanah dan Pembangunan Gedung Museum Lapangan. Percandian Bumiayu meliputi lahan seluas 75,56 Ha, dengan batas terluar berupa 7 (tujuh) buah sungai parit yang sebagian sudah mengalami pendangkalan.

Objek Wisata Candi Bumi Ayu terletak di Desa Bumiayu Kecamatan Tanah Abang jarak antara Kota Muara Enim sekitar 85 Km ditempuh dengan kendaraan darat.

Candi Bumi Ayu pada saat ini masih dalam proses pengkajian dan pemugaran, sehingga belum banyak informasi yang dapat diketahui, sedangkan informasi tertulis dari Candi tersebut masih dalam proses dipahami oleh Tim Pengkajian Peninggalan
Purbakala Propinsi Sumatera Selatan.