Rabu, 21 Januari 2009

Candi sewu

Candi Sewu

Candi Sewu terletak hanya beberapa ratus meter ke arah timur laut dari Candi Prambanan. Candi ini merupakan candi Budha yang besar dan luas yang meliputi beberapa candi kecil, seperti: candi Lumbung, candi Asu, candi Bubrah, dan candi Lor Kulon.

Nama Nama candi di Jawa

- Candi Borobudur
- Candi Kalasan
- Candi singhasari
- Candi Sewu
- Candi Panataran
- Candi Asu
- Candi Boko
- Candi Simbisari
- Candi Tikus
- Candi Plaosan
- Candi barong
- Candi Jabung
- Candi Bajangratu
- Candi Rimbi





Wisata candi, Bukan hanya tumpukan batu

ndonesia pantas mendapat julukan ”Negeri Seribu Candi”. Banyak candi bertebaran di sini, dengan pusatnya di Pulau Jawa. Bukan cuma Candi Borobudur, Candi Prambanan dan beberapa candi besar lainnya, kita juga memiliki banyak candi yang berukuran lebih kecil dan memiliki ciri khas yang berbeda. Candi Muara Takus di Riau, Biaro Bahal di Sumatera Utara, atau Candi Agung di Kalimantan Timur, menunjukkan candi bukan milik Pulau Jawa saja. Dulu candi dibangun di seantero Nusantara oleh sebuah kerajaan untuk menunjukkan kekuasaannya.
Candi adalah sebuah istilah untuk menyebutkan sebuah bangunan yang berasal dari masa klasik sejarah Indonesia, yaitu dari kurun waktu abad ke-5 M hingga ke-16 M. Candi dapat berupa bangunan kuil yang berdiri sendiri atau berkelompok. Dapat pula berupa bangunan berbentuk gapura beratap (Paduraksa) dan tidak beratap (Candi Bentar). Petirtaan yang dilengkapi kolam dan arca pancuran juga kerap disebut candi. Istilah ”candi” umumnya hanya dikenal di Jawa Tengah dan Yogyakarta.

Di daerah-daerah lain seperti Sumatera Utara dikenal istilah ”biaro” dan di Jawa Timur istilah ”cungkub”. Namun, masyarakat lebih mengenal istilah candi, apa pun jenis bangunan kuno—termasuk reruntuhan—dan di mana pun letaknya. Kata ”candi” berasal dari salah satu nama untuk Dewi Durga, isteri Dewa Siwa, sebagai Dewi Maut, yaitu Candika.

Kerajaan Kuno
Candi merupakan peninggalan kerajaan-kerajaan kuno yang pernah ada di Indonesia, seperti Mataram Hindu, Singasari, Majapahit, dan Sriwijaya. Candi Borobudur dan Candi Prambanan (Loro Jonggrang) adalah bukti-bukti kejayaan Kerajaan Mataram dari abad ke-8 hingga ke-11. Candi Singasari, Kidal, dan Jago merupakan sisa-sisa kebesaran Kerajaan Singasari, dari abad ke-11 hingga ke-13. Candi Tikus, Bajangratu, Brahu, dan Wringin Lawang adalah peninggalan Kerajaan Majapahit, dari abad ke-13 hingga ke-15. Candi-candi di sekitar Muara Jambi diduga merupakan sisa-sisa Kerjaaan Sriwijaya dari abad ke-7 hingga ke-11.
Candi-candi di Indonesia umumnya bercirikan agama Budha (terutama aliran Mahayana dan Tantrayana) dan agama Hindu (terutama aliran Siwaisme). Candi bersifat Budha dikenal lewat arca Budha dan bentuk stupa, misalnya Borobudur dan Mendut. Sementara itu, Candi bersifat Hindu mempunyai arca-arca dewa-dewi di dalamnya, misalnya Prambanan dan Dieng. Uniknya, beberapa candi bersifat campuran Siwa-Budha, antara lain Singasari dan Jawi di Jawa Timur.
Menurut sejumlah arkeolog, berdasarkan langgam seninya candi-candi di Indonesia dapat
dikelompokkan menjadi tiga bagian. Pertama, langgam Jawa Tengah Utara. Contohnya Candi Gunungwukir, Badut, Dieng, dan Gedongsongo. Kedua, Langgam Jawa Tengah Selatan misalnya Candi Kalasan, Sari, Borobudur, Mendut, Sewu, Plaosan, dan Prambanan. Ketiga, langgam Jawa Timur, termasuk candi-candi di Bali, Sumatera dan Kalimantan. Contohnya Candi Kidal, Jago, Singasari, Jawi, Panataran, Jabung, Muara Takus dan Gunung Tua.
Ditilik dari corak dan bentuknya, pada dasarnya candi di Jawa Tengah Utara tidak bergeda dari candi-candi Jawa Tengah Selatan. Hanya candi-candi di Jawa Tengah Selatan lebih mewah dan lebih megah dalam bentuk dan hiasan dibandingkan candi-candi Jawa Tengah Utara. Perbedaan yang nyata terdapat pada candi-candi Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Umumnya candi langgam Jawa Tengah berbentuk tambun, atapnya berundak-undak, menghadap ke Timur, dan berbahan batu andesit. Sementara itu, candi langgam Jawa Timur berbentuk ramping, atapnya merupakan perpaduan tingkatan menghadap ke barat dan berbahan batu bata. Sejumlah arkeolog berpendapat lain. Mereka menamakan gaya seni candi berdasarkan aspek zaman dan periode, yaitu gaya Mataram Kuno (abad VIII-X), gaya Singasari (abad XII-XIV), dan gaya Majapahit (abad XIII-XV).

Pemugaran
Dari ratusan candi yang pernah ada di Indonesia, kini hanya seratus-dua ratus saja yang sampai pada kita. Selebihnya masih terpendam di dalam tanah karena berbagai faktor penyebab, seperti tertimbun lahar akibat letusan gunung berapi dan gempa bumi. Sementara itu, yang sudah muncul ke permukaan, sebagian ditemukan dalam keadaan berantakan atau tidak utuh lagi, bahkan lebih menyerupai onggokan batu.
Hal ini disebabkan pengrusakan besar-besaran yang dialami oleh tanah tempat candi itu berdiri.

Misalnya, gembur dan longsor karena hujan. Ulah manusia juga memperparah keadaan itu. Banyak batu candi (yang berbahan batu andesit) diambil masyarakat sekitar untuk berbagi keperluan, seperti tembok, sumur, pondasi rumah, pagar halaman dan pengganjal tiang. Tragisnya, batu-batu bata merah di kompleks percandian Trowulan, digerusi penduduk untuk dijadikan semen merah. Puluhan candi telah musnah tanpa sempat dibuatkan rekaman tertulisnya.
Sebenarnya, selain batu andesit dan batu merah, beberapa candi mempunyai keunikan. Candi Bendo, misalnya, diminati banyak pakar karena terbuat dari batu kapur yang sangat langka. Sayang candi itu kini cuma tinggal nama karena beberapa tahun lalu telah ditenggelamkan Waduk Wonogiri.
Terhadap candi yang amburadul seringkali dilakukan pemugaran. Pemugaran adalah upaya
mengembalikan kondisi candi sedapat mungkin ke dalam bentuk aslinya. Pemugaran pun sering menimbulkan pertentangan di antara pakar. Sebagian menganggap pemugaran yang sesungguhnya hanya menggunakan batu asli. Pemugaran yang lengkap pun hanya boleh dilakukan di atas kertas.
Sebagian lagi berpandangan, penggunaan batu palsu atau buatan masa kini baru dibenarkan bila memang batu asli telah musnah. Itupun batu-batunya harus benar-benar dicatat atau ditandai agar tidak timbul kesan manipulasi data. Pemugaran seperti ini biasanya untuk kepentingan pariwisata.
Dengan alasan para wisatawan tidak akan tertarik dengan puing-puing berserakan.

Wisata
Banyak candi yang telah dan berpotensi mengundang wisatawan. Contohnya saja Candi Songgoriti yang terletak beberapa kilometer dari Malang. Candi ini terkenal karena air panasnya yang mengandung belerang. Atau, banyak orang yang mendatangi Candi Sukuh di kaki Gunung Lawu adalah sasaran lain wisatawan. Candi ini terkenal karena mitosnya, yaitu menguji kesetiaan seorang isteri. Daya tarik lain adalah arca dan relief yang dianggap erotis.
Sayang sebagian besar candi yang bertebaran di seluruh Indonesia berbentuk kecil dan berlokasi di daerah terpencil atau puncak gunung. Akibatnya, pemugaran belum menjadi prioritas utama. Namanya pun belum dimasukkan ke dalam brosur-brosur pariwisata. Simak saja nama-nama berikut: Candi Ngempon, Ijo, Kepung, Ampelgading, Perot, Dawangsari, dan Pertapaan. Mana ada orang yang mengenal nama-nama ini kecuali kalangan arkeolog. Sebenarnya banyak candi menarik dijelajahi karena bentuknya yang unik atau konsepnya yang filosofis, macam candi-candi di Gunung Penanggunan (Jawa Timur). Di sana terdapat sekitar 100 candi dan untuk menjangkaunya dibutuhkan waktu paling cepat tujuh hari.

Selasa, 20 Januari 2009

Candi Bumi Ayu

Candi ini merupakan satu-satunya Kompleks Percandian di Sumatera Selatan, sampai sekarang tidak kurang 9 buah Candi yang telah ditemukan dan 4 diantaranya telah dipugar, yaitu Candi 1, Candi 2, Candi 3 dan Candi 8.
Usaha pelestarian ini telah dimulai pada tahun 1990 sampai sekarang, dengan didukung oleh dana APBN.
Walaupun demikian peran serta Pemerintah Kabupaten Muara Enim cukup besar, antara lain Pembangunan Jalan, Pembebasan Tanah dan Pembangunan Gedung Museum Lapangan. Percandian Bumiayu meliputi lahan seluas 75,56 Ha, dengan batas terluar berupa 7 (tujuh) buah sungai parit yang sebagian sudah mengalami pendangkalan.

Objek Wisata Candi Bumi Ayu terletak di Desa Bumiayu Kecamatan Tanah Abang jarak antara Kota Muara Enim sekitar 85 Km ditempuh dengan kendaraan darat.

Candi Bumi Ayu pada saat ini masih dalam proses pengkajian dan pemugaran, sehingga belum banyak informasi yang dapat diketahui, sedangkan informasi tertulis dari Candi tersebut masih dalam proses dipahami oleh Tim Pengkajian Peninggalan
Purbakala Propinsi Sumatera Selatan.

Candi Prambanan

Prambanan (2)Prambanan (3)Prambanan (4)Prambanan (5)

Candi Prambanan adalah bangunan luar biasa cantik yang dibangun di abad ke-10 pada masa pemerintahan dua raja, Rakai Pikatan dan Rakai Balitung. Menjulang setinggi 47 meter (5 meter lebih tinggi dari Candi Borobudur), berdirinya candi ini telah memenuhi keinginan pembuatnya, menunjukkan kejayaan Hindu di tanah Jawa. Candi ini terletak 17 kilometer dari pusat kota Yogyakarta, di tengah area yang kini dibangun taman indah.

Ada sebuah legenda yang selalu diceritakan masyarakat Jawa tentang candi ini. Alkisah, lelaki bernama Bandung Bondowoso mencintai Roro Jonggrang. Karena tak mencintai, Jonggrang meminta Bondowoso membuat candi dengan 1000 arca dalam semalam. Permintaan itu hampir terpenuhi sebelum Jonggrang meminta warga desa menumbuk padi dan membuat api besar agar terbentuk suasana seperti pagi hari. Bondowoso yang baru dapat membuat 999 arca kemudian mengutuk Jonggrang menjadi arca yang ke-1000 karena merasa dicurangi.

Candi Prambanan memiliki 3 candi utama di halaman utama, yaitu Candi Wisnu, Brahma, dan Siwa. Ketiga candi tersebut adalah lambang Trimurti dalam kepercayaan Hindu. Ketiga candi itu menghadap ke timur. Setiap candi utama memiliki satu candi pendamping yang menghadap ke barat, yaitu Nandini untuk Siwa, Angsa untuk Brahma, dan Garuda untuk Wisnu. Selain itu, masih terdapat 2 candi apit, 4 candi kelir, dan 4 candi sudut. Sementara, halaman kedua memiliki 224 candi.

Memasuki candi Siwa yang terletak di tengah dan bangunannya paling tinggi, anda akan menemui 4 buah ruangan. Satu ruangan utama berisi arca Siwa, sementara 3 ruangan yang lain masing-masing berisi arca Durga (istri Siwa), Agastya (guru Siwa), dan Ganesha (putra Siwa). Arca Durga itulah yang disebut-sebut sebagai arca Roro Jonggrang dalam legenda yang diceritakan di atas.

Di Candi Wisnu yang terletak di sebelah utara candi Siwa, anda hanya akan menjumpai satu ruangan yang berisi arca Wisnu. Demikian juga Candi Brahma yang terletak di sebelah selatan Candi Siwa, anda juga hanya akan menemukan satu ruangan berisi arca Brahma.

Candi pendamping yang cukup memikat adalah Candi Garuda yang terletak di dekat Candi Wisnu. Candi ini menyimpan kisah tentang sosok manusia setengah burung yang bernama Garuda. Garuda merupakan burung mistik dalam mitologi Hindu yang bertubuh emas, berwajah putih, bersayap merah, berparuh dan bersayap mirip elang. Diperkirakan, sosok itu adalah adaptasi Hindu atas sosok Bennu (berarti 'terbit' atau 'bersinar', biasa diasosiasikan dengan Dewa Re) dalam mitologi Mesir Kuno atau Phoenix dalam mitologi Yunani Kuno. Garuda bisa menyelamatkan ibunya dari kutukan Aruna (kakak Garuda yang terlahir cacat) dengan mencuri Tirta Amerta (air suci para dewa).

Kemampuan menyelamatkan itu yang dikagumi oleh banyak orang sampai sekarang dan digunakan untuk berbagai kepentingan. Indonesia menggunakannya untuk lambang negara. Konon, pencipta lambang Garuda Pancasila mencari inspirasi di candi ini. Negara lain yang juga menggunakannya untuk lambang negara adalah Thailand, dengan alasan sama tapi adaptasi bentuk dan kenampakan yang berbeda. Di Thailand, Garuda dikenal dengan istilah Krut atau Pha Krut.

Prambanan juga memiliki relief candi yang memuat kisah Ramayana. Menurut para ahli, relief itu mirip dengan cerita Ramayana yang diturunkan lewat tradisi lisan. Relief lain yang menarik adalah pohon Kalpataru yang dalam agama Hindu dianggap sebagai pohon kehidupan, kelestarian dan keserasian lingkungan. Di Prambanan, relief pohon Kalpataru digambarkan tengah mengapit singa. Keberadaan pohon ini membuat para ahli menganggap bahwa masyarakat abad ke-9 memiliki kearifan dalam mengelola lingkungannya.

Sama seperti sosok Garuda, Kalpataru kini juga digunakan untuk berbagai kepentingan. Di Indonesia, Kalpataru menjadi lambang Wahana Lingkungan Hidup (Walhi). Bahkan, beberapa ilmuwan di Bali mengembangkan konsep Tri Hita Karana untuk pelestarian lingkungan dengan melihat relief Kalpataru di candi ini. Pohon kehidupan itu juga dapat ditemukan pada gungan yang digunakan untuk membuka kesenian wayang. Sebuah bukti bahwa relief yang ada di Prambanan telah mendunia.

Kalau cermat, anda juga bisa melihat berbagai relief burung, kali ini burung yang nyata. Relief-relief burung di Candi Prambanan begitu natural sehingga para biolog bahkan dapat mengidentifikasinya sampai tingkat genus. Salah satunya relief Kakatua Jambul Kuning (Cacatua sulphurea) yang mengundang pertanyaan. Sebabnya, burung itu sebenarnya hanya terdapat di Pulau Masakambing, sebuah pulau di tengah Laut Jawa. Lalu, apakah jenis itu dulu pernah banyak terdapat di Yogyakarta? Jawabannya silakan cari tahu sendiri. Sebab, hingga kini belum ada satu orang pun yang bisa memecahkan misteri itu.

Candi Borobudur sebagai salah satu tujuh keajaiban dunia

Sebagai salah satu dari tujuh keajaiban dunia, Candi Borobudur dibangun dengan menggunakan +/- 55.000 m3 batu. Tinggi bangunan ini sampai kepuncak adalah 42m, dengan lebar dasar 123 m. Tegak dan kokoh menjulang keangkasa dan merupakan bagian dari sejarah yang telah berumur 12 abad. Kapan pastinya candi ini didirikan tidak diketahui dengan pasti. Tidak adanya bukti-bukti tertulis menyebabkan Borobudur penuh kegelapan. Penentuan umur dilakukan dengan memperhatikan dasar corak bangunan candi dan ukir-ukirannya yang menunjukkan corak Jawa tengah abad 8 masehi.

Sejak dibangun pada abad ke 8, sejarah borobudur timbul tenggelam. Setelah selesai dibangun, borobudur menjadi pusat penelitian dan pemngembangan agama budha. Para pemeluk agama ini, mengunjungi Borobudur untuk mempelajari agama budha. Seluruh rangkaian relief borobudur berisi ajaran-ajaran agama budha. Pada jaman itu bangunan borobudur menjadi pusat perhatian dan dipuja sebagai bangunan yang suci.

Namun itu tidak berlangsung lama. Bersamaan dengan surutnya agama budha, borobudur ditinggal para pemeluknya. Setelah dinasti Cailendra (Caila=gunung, Indra=raja) lenyap, borobudur tak ada kabar beritanya. Berabad-abad borobudur tertutup kegelapan. Tidak ada tulisan ataupun berita tentang borobudur.








[navigasi.net] Budaya - Candi Borobudur
Puncak borobudur adalah stupa induk yang dikelilingi stupa-stupa kecil


Seiring dengan berpindahnya pusat kerajaan jawa ke Jawa Timur, praktis borobudur menjadi tak terurus lagi. Bekas abu letusan gunung berapi yang menyelimuti borobudur menjadi media tumbuh bagi rumput dan semak belukar. Pohon-pohon kecil mulai bertumbuhan menjadikan borobudur beralih rupa menjadi gundukan batu yang tertutup semak belukar dan nampak angker sehingga membuat orang takut untuk mendekat.

Pada awal abad ke 18, Gubernur Jendral Inggris bernama Sir Thomas Stamford Raffles, menerima laporan tentang keberadaan candi besar yang tertutp oleh semak belukar. Raffles kemudian mengutus perwiranya, H.C. Cornelius untuk mengunjungi candi besar tersebut, yang ternyata adalah borobudur. Semak belukar dibersihkan, sehinga nampaklahsebuah candi dengan patung-patung budha yang banyak sekali jumlahnya. Keadaan candi memang menyedihkan, karena banyak sekali bagian-bagian yang sudah runtuh. Banyak patung yang rusak, kepalanya patah dan lengannya buntung. Sayang pemerintahan Inggirs tidak berlangsung lama. Penelitian dan usaha memperbaiki borobudur menjadi terbengkalai lagi. Namun sejak itu borobudur mulai diperhatikan. Dengan dibukanya oleh raffles itu, banyak orang mengunjungi borobudur.








[navigasi.net] Budaya - Candi Borobudur
Tangga naik menuju stupa utama, terdapat empat tangga pada candi borobudur ini, namun disarankan untuk selalu naik dari tangga sisi timur


Pemerintah Belanda yang mulai berkuasa lagi, mulai tertarik. Sayangnya tidak semua orang bermaksud baik. Patung dan bagian-bagian candi yang indah banyak diambil orang atau pejabat pemerintah. Salah satu contoh adalah pada tahun 1896, pemerintah Hindia Belanda, melalui Residen Kedu, mengambil delapan gerobak penuh patung dan bagian borobudur yang indah untuk dihadiahkan kepada Raja Siam. Raja Chulalangkon memang mengunjungi Borobudur dan sangat tertarik akan patung-patung budha dari candi tersebut. Maka diangkutlah hadiah dari Belanda itu ke negaranya. Sampai sekarang benda berharga dari borobudur itu tersimpan di Museum Bangkok, Thailand..

Pada tahun 1907 sampai 1911 borobudur direstorasi besar-besaran. Pimpinan restorasi adalah Ir. Th. Van Erp, seorang insinyur belanda yang berbakat dan memiliki perhatian besar akan nasib borobudur. Biaya yang sangat besar telah tersedia, borobudur yang hampir runtuh dibongkar satu persatu. Kemudian batu-batu yang tercecer dikumpulkan. Rangkaian-rangkaian yang terpisah dicari dan disatukan. Percobaan menyusun rangkaian yang sama itu sangat sukar dan lama. Perlu ketelitian dan kesabaran untuk melakukannya dan tidak boleh terjadi kesalahan dalam proses tersebut agar bisa diperoleh bentuk candi seperti semula saat dibangun.








[navigasi.net] Budaya - Candi Borobudur
Dinding candi yang dipenuhi relief-relief.


Hasil kerja Van Erp akhirnya memuaskan, meskipun banyak bagian yang sudah hilang, namun borobudur tampak luar biasa. Sayangnya proses alam tak bisa dicegah. Hujan dan kotoran selalu menimpa borobudur, menjadikan lumut tumbuh subur dan beberapa bagian candi mulai miring, renggang dan amblas. Akhirnya pada tanggal 10 Agustus 1973 pemerintah Indonesia, dengan dibantu dana dan tenaga-tenaga ahli dari berbagai penjuru dunia melakukan proses pemugaran besar-besaran terhadap candi borobudur. Pemugaran tersebut berlangsung hampir sempurna, dan hasilnya bisa dinikmati hingga sekarang.

.................................................
Arsitektur candi Borobudur memang sangat menarik, terdiri dari tiga bagian utama yakni kaki, badan dan kepala candi. Pada dinding-dinding borobudur terpahat relief-relief. Relief merupakan rangkaian cerita yang dilukiskan dalam satu bingkai (panel) untuk satu adegan. Terdapat ribuan bingkai pada candi ini ditambah dengan ratusan patung budha yang terdapat dalam stupa-stupa maupun relung-relung yang ada pada bagian dinding candi.








[navigasi.net] Budaya - Candi Borobudur
Candi Borobudur dilihat dari sisi timur


Suatu hal yang unik, bahwa candi ini ternyata memiliki arsitektur dengan format menarik atau terstruktur secara matematika. setiap bagain kaki, badan dan kepala candi selalu memiliki perbandingan 4:6:9. Penempatan-penempatan stupanya juga memiliki makna tersendiri, ditambah lagi adanya bagian relief yang diperkirakan berkatian dengan astronomi menjadikan borobudur memang merupakan bukti sejarah yang menarik untuk di amati.

Senin, 19 Januari 2009

Sejarah kerajaan islam indonesia

Pasukan Mamluk

Sebagai lelaki sejati tentunya testosterone di dalam tubuh selalu merangsang saya untuk menyukai berbagai hal yang bersifat maskulin, yakni cerita epic dan peperangan. Cerita perang yang paling saya suka adalah the Battle of Hattin.

Perang ini dipicu oleh seorang Baron atau raja kecil dari Kerak (sekarang wilayah Israel), Reynald du Chatillon. Para Baron lain tahu bahwa satu-satunya cara untuk menjaga keutuhan wilayah mereka adalah dengan menghormati tetangga muslim dan tidak melanggar berbagai perjanjian yang telah disepakati. Namun Reynald du Chatillon, dengan disemangati asas “Die to all Muslims” dan “It is not a crime to kill infidels” berkali-kali melanggar perjanjian, dari merampok caravan pedagang Muslim, membunuh orang-orang yang pergi haji, menjarah kapal milik muslim, hingga menyerang secara terbuka pelabuhan Mekkah dan Madinah.

Sultan Salahuddin Al-Ayoubi, yang penuh dengan damai, akhirnya tidak mau tinggal diam dan mengutus dua duta besarnya ke Kerak dan Jerusalem untuk menyampaikan pesan keberatan atas pelanggaran berbagai perjanjian damai . Tentunya Reynald du Chatillon tidak mengendahkan peringatan tersebut dan mengusir duta besar tersebut kembali ke Damaskus. Begitu pula di Jerusalem, Raja Guy du Lusignan malah mendukung perbuatan Reynald dari Kerak. Maka perang pun tidak terelakkan.

Pada Mei 1187 Masehi, Al-Malek, salah seorang anak dari Sultan Salahuddin, tanpa izin dari Sultan Salahuddin menyerang Galilee – Palestina dengan 7.000 unit pasukan kavaleri Mamluk. Usaha ini dihadang oleh para Knights Templars yang memang banyak berkedudukan di Galilee namun hanya tiga orang yang tersisa dari Knights Templars sedangkan yang lainnya tewas dikalahkan pasukan Al-Malek. Dipicu oleh aksi Al-Malek, akhirnya Sultan Salahuddin menabuh genderang peperangan dan mempersiapkan kurang lebih 20.000 pasukan menuju Jerusalem.

Pada Juli 1187, Sultan Salahuddin dan pasukannya telah mencapai Jordania dan langsung menduduki kota-kota dan benteng yang dilewati tanpa satu kesulitan pun. Murka akibat pendudukan ini, Guy du Lusignan mengerahkan seluruh pasukan Salib menuju Hattin. Disinilah terjadi perdebatan seru antara Guy dan Raymond of Tripoli, dimana Raymond sangat tidak setuju apabila peperangan dilakukan di Hattin yang tandus, kering kerontang dan sangat panas yang membuat mereka mati sia-sia. Sedangkan Guy, dengan semangat Perang Salib, memaksakan untuk meneruskan peperangan dan menghabisi Salahuddin di Hattin. Akhirnya Raymond dan pasukannya kembali ke Tripoli dan urung ikut peperangan. Walaupun jumlah pasukan Raymond tidak terlalu besar namun pendapat Raymond-lah yang nantinya benar.

Ternyata Sultan Salahuddin memang seorang yang jenius dalam melakukan strategi perang. Sultan dan pasukannya sengaja tidak menduduki bukit Hattin dan malah berkemah di lembah. Pada dasarnya, pasukan siapapun yang berada di ketinggian akan mempunyai keunggulan dalam pertempuran namun factor lain berbicara, di atas bukit Hattin tidak ada air sama sekali sedangkan di lembah kaya akan air dan tanaman.

Sebenarnya pertempuran berlangsung kurang seru karena Sultan dan pasukannya menang mudah disebabkan mereka yang miskin armor lebih leluasa bergerak sedangkan pasukan Salib bertempur menggunakan baju besi yang berat ditambah lagi dengan kehausan yang teramat sangat. Sebagian besar pasukan Salib yang berada di Timur Tengah pada waktu itu dapat dikalahkan di perang Hattin ini, dan semuanya diperlakukan secara terhormat dan baik-baik termasuk the Holy Cross, sebuah relic keramat milik pasukan Salib. Hanya satu orang yang tidak dihormati oleh Sultan Salahuddin, yakni Reynald du Chatillon, Sultan sendiri yang pada waktu itu langsung memenggal kepalanya. Itulah hukuman bagi orang yang suka melanggar janji!

Setelah peperangan Hattin ini, hampir seluruh wilayah pasukan Salib dikuasai oleh Sultan Salahuddin kecuali Acre dan Tyre. Namun pada masa inilah invasi bangsa Eropa secara besar-besaran ke Jerusalem dan sekitarnya berakhir.