Senin, 19 Januari 2009

Sejarah kerajaan islam indonesia

Pasukan Mamluk

Sebagai lelaki sejati tentunya testosterone di dalam tubuh selalu merangsang saya untuk menyukai berbagai hal yang bersifat maskulin, yakni cerita epic dan peperangan. Cerita perang yang paling saya suka adalah the Battle of Hattin.

Perang ini dipicu oleh seorang Baron atau raja kecil dari Kerak (sekarang wilayah Israel), Reynald du Chatillon. Para Baron lain tahu bahwa satu-satunya cara untuk menjaga keutuhan wilayah mereka adalah dengan menghormati tetangga muslim dan tidak melanggar berbagai perjanjian yang telah disepakati. Namun Reynald du Chatillon, dengan disemangati asas “Die to all Muslims” dan “It is not a crime to kill infidels” berkali-kali melanggar perjanjian, dari merampok caravan pedagang Muslim, membunuh orang-orang yang pergi haji, menjarah kapal milik muslim, hingga menyerang secara terbuka pelabuhan Mekkah dan Madinah.

Sultan Salahuddin Al-Ayoubi, yang penuh dengan damai, akhirnya tidak mau tinggal diam dan mengutus dua duta besarnya ke Kerak dan Jerusalem untuk menyampaikan pesan keberatan atas pelanggaran berbagai perjanjian damai . Tentunya Reynald du Chatillon tidak mengendahkan peringatan tersebut dan mengusir duta besar tersebut kembali ke Damaskus. Begitu pula di Jerusalem, Raja Guy du Lusignan malah mendukung perbuatan Reynald dari Kerak. Maka perang pun tidak terelakkan.

Pada Mei 1187 Masehi, Al-Malek, salah seorang anak dari Sultan Salahuddin, tanpa izin dari Sultan Salahuddin menyerang Galilee – Palestina dengan 7.000 unit pasukan kavaleri Mamluk. Usaha ini dihadang oleh para Knights Templars yang memang banyak berkedudukan di Galilee namun hanya tiga orang yang tersisa dari Knights Templars sedangkan yang lainnya tewas dikalahkan pasukan Al-Malek. Dipicu oleh aksi Al-Malek, akhirnya Sultan Salahuddin menabuh genderang peperangan dan mempersiapkan kurang lebih 20.000 pasukan menuju Jerusalem.

Pada Juli 1187, Sultan Salahuddin dan pasukannya telah mencapai Jordania dan langsung menduduki kota-kota dan benteng yang dilewati tanpa satu kesulitan pun. Murka akibat pendudukan ini, Guy du Lusignan mengerahkan seluruh pasukan Salib menuju Hattin. Disinilah terjadi perdebatan seru antara Guy dan Raymond of Tripoli, dimana Raymond sangat tidak setuju apabila peperangan dilakukan di Hattin yang tandus, kering kerontang dan sangat panas yang membuat mereka mati sia-sia. Sedangkan Guy, dengan semangat Perang Salib, memaksakan untuk meneruskan peperangan dan menghabisi Salahuddin di Hattin. Akhirnya Raymond dan pasukannya kembali ke Tripoli dan urung ikut peperangan. Walaupun jumlah pasukan Raymond tidak terlalu besar namun pendapat Raymond-lah yang nantinya benar.

Ternyata Sultan Salahuddin memang seorang yang jenius dalam melakukan strategi perang. Sultan dan pasukannya sengaja tidak menduduki bukit Hattin dan malah berkemah di lembah. Pada dasarnya, pasukan siapapun yang berada di ketinggian akan mempunyai keunggulan dalam pertempuran namun factor lain berbicara, di atas bukit Hattin tidak ada air sama sekali sedangkan di lembah kaya akan air dan tanaman.

Sebenarnya pertempuran berlangsung kurang seru karena Sultan dan pasukannya menang mudah disebabkan mereka yang miskin armor lebih leluasa bergerak sedangkan pasukan Salib bertempur menggunakan baju besi yang berat ditambah lagi dengan kehausan yang teramat sangat. Sebagian besar pasukan Salib yang berada di Timur Tengah pada waktu itu dapat dikalahkan di perang Hattin ini, dan semuanya diperlakukan secara terhormat dan baik-baik termasuk the Holy Cross, sebuah relic keramat milik pasukan Salib. Hanya satu orang yang tidak dihormati oleh Sultan Salahuddin, yakni Reynald du Chatillon, Sultan sendiri yang pada waktu itu langsung memenggal kepalanya. Itulah hukuman bagi orang yang suka melanggar janji!

Setelah peperangan Hattin ini, hampir seluruh wilayah pasukan Salib dikuasai oleh Sultan Salahuddin kecuali Acre dan Tyre. Namun pada masa inilah invasi bangsa Eropa secara besar-besaran ke Jerusalem dan sekitarnya berakhir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar